About This Blog

"Mencari untuk Berbagi" adalah suatu Blog yang dibuat untuk memberikan Sekedar info yang ada dari hasil pencarian Berbagai sumber atau coretan-coretan yang dipikirkan sendiri untuk dibagi kepada semua orang yang ingin membaca - penulis

Minggu, 19 Februari 2012

Sejarah Gedung Sate

Gedung Sate yang pada masa
Hindia Belanda  itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama di
lakukan oleh  Johanes Catherina Coops,  puteri sulung Walikota Bandung, B Coops dan Petronella Roelofson,  mewakili Gubernur Jenderal di Batavia , J.P.Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli  1920,
merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir J., Greber. arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delff Nederland, Ir.  Eh De roo dan Ir. G. Hendriks  dan Ir. serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan  melibatkan2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau  ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina  yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk kampung Sekeloa, kampung Coblong Dago, kampung    

Gandok. dan Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap  Gedong Sirap (Kampus ITB)  dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung) Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT( Pos Telepon dan Telegraf dan perpustakaan.Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr. Hendriks Petrus Berlage,  yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara. Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.

 KEMEGAHAN GEDUNG SATE

Beberapa pendapat tentang megahnya
Gedung Sate diantaranya Cor Pashierdan Jan Wittenber II
arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang
arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa".
 D. Ruhl dalam bukunya
Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia".
Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis".
Seperti halnya gaya arsitektur Italia di masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap Meru atau pagoda Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan
 kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirosanjaya dan Ir. Harnyoto Kunto.Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak   terlepas dari
   bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate
   terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 × 2 m) yang
   diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar
   Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung
   Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan
   memperhatikan standar teknik.

   Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas
   bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m²,
   Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II
   3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan
   teras menara 205,169 m².

   Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam
   rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor
   Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah Rennaisance Italia.
   Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya
   atap pura Bali atau pagoda di  Di puncaknya terdapat "tusuk
   sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu
   air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden - jumlah
   biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.

   Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat
   diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan
   (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung
   Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun
   menghadap Gunung Tangkuban Parahu  di sebelah utara.
   Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen
   Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat
   pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah
   tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena
   perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan
   Umum. Tangga3 Desember 1945  terjadi peristiwa yang memakan
   korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari
   serangan pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu,
   dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman
   Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal
   3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan
   Gedung Sate.

   Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor
   Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Propinsi
   Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Propinsi Jawa Barat
   menempatiGedung Kerta Mukti di jalan Braga Bandung.

  Sumber

Sejarah Kereta Api Indonesia

Kereta api merupakan salah satu moda transportasi yang sangat digemari oleh masyarakat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dan mereka yang tinggal di Ibu Kota Jakarta.

Kereta api bukan hanya alternatif pilihan transportasi rakyat yang murah, tetapi juga bebas dari kemacetan jalan raya ibu kota yang semakin membuat sakit kepala.

Di masa kini, kereta api bukan hanya pilihan bagi mereka yang berekonomi menengah ke bawah, tetapi juga menjadi gaya hidup mereka yang "berduit" tetapi mencari kepraktisan serta kenyamanan untuk mencapai tempat tujuan.
Meski demikian, tidak banyak yang tahu jika sejarah perkeretaapian memiliki sejarah yang sangat panjang di Indonesia.

Dalam pengertiannya, kereta adalah serangkaian kendaraan yang berjalan di atas roda dan baik ditarik oleh sebuah lokomotif ataupun memiliki mesin pendorong sendiri yang berjalan di atas rel, yakitu sebuah jalur yang menuntun jalannya kereta.

Ide pembangunan jaringan kereta api dikemukakan oleh Kolonel Jhr Van Der Wijk pada 15 Agustus 1840 karena menurutnya, pembangunan jaringan kereta api di Eropa berhasil mengatasi masalah pengangkutan.
Selain itu, kereta api dinilai akan memberikan keuntungan di bidang pertahanan.
Maka, ia mengusulkan pembangunan jalur rel kereta api Jakarta-Surabaya lewat Surakarta-Yogyakarta-Bandung lengkap dengan simpangannya.

Usulan tersebut diterima oleh Pemerintah Belanda, tetapi jalur yang dipilih adalah Semarang-Surakarta-Yogyakarta.

Keputusan tersebut belum dapat segera direalisasikan dan terus menuai perdebatan mengenai pihak yang akan membangun dan jalur yang akan dilalui.
Setelah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi perdebatan, tahun 1862 Pemerintah Belanda menerbitkan konsesi kepada Nederlandsch-Indische Spoorweg-Mattschapij (NISM), pembuatan jalan kereta api dimulai dari Semarang.

Kereta pertama
Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Hindia Belanda LAJ Baron Sloet Van Den Belle melakukan upacara pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Semarang.

Pembangunan diprakarsai oleh NISM yang dipimpin oleh JP de Bordes dan dalam tiga tahun sudah diselesaikan jalan sepanjang 26 kilometer dari Semarang sampai ke Desa Tangoeng atau yang sekarang dikenal dengan Desa Tanggung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Ruas jalan ini dibuka untuk umum pada 10 Agustus 1867 dan berhasil diluncurkan kereta api pertama di Indonesia.

Dalam pembangunan jalur kereta api muncul banyak kesulitan baik finansial maupun bencana yang menimpa para pekerja sehingga Pemerintah Belanda terjun langsung mendirikan perusahaan Staat Spoorwagen (SS).
Jalur rel pertama yang dibangun SS adalah Surabaya-Pasuruan sepanjang 115 kilometer yang diresmikan pada 16 Mei 1878.

Setelah itu, semakin banyak bermunculan perusahaan kereta api swasta.
Panjang jalan kereta api tumbuh dengan pesat dari 110 kilometer pada tahun 1870 menjadi 3.338 kilometer pada tahun 1900.

Selain di Jawa, pembangunan rel kereta api juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sulawesi (1922), dan lain sebagainya.

Pelestarian kereta
Kepala Pusat Pelestarian PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Ella Ubaidi mengatakan, pada saat ini PT KAI  bersama dengan Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tengah melakukan kegiatan inventarisasi dan pendokumentasian perkeretaapian.

Kegiatan tersebut dilakukan selama tiga tahun sejak 2010 hingga 2012 mencakup bangunan perkeretaapian termasuk stasiun pendukungnya baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak digunakan.

"Sebagian bangunan tersebut masih memperlihatkan keasliannya, tetapi juga ada yang mengalami perubahan. Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk memulai upaya pelestarian peninggalan purbakala khususnya yang terkait dengan perkeretaapian walaupun pelestarian terhadap beberapa bangunan telah dilaksanakan sebelumnya," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan Pariwisata Suroso mengatakan, kegiatan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk melestarikan sejarah peradaban bangsa.

"Seiring berkembangnya peradaban, perkeretaapian memiliki peran penting bagi perkembangan peradaban terutama di wilayah sekitar jalur kereta api," katanya.

Menurut dia, umumnya wilayah tersebut berkembang menjadi daerah yang ramai bahkan menjadi kota.
Dengan adanya stasiun, akses ke suatu wilayah menjadi terbuka, perekonomian meningkat, serta mobilitas penduduk dan pemukiman terpacu.

"Perkembangan peradaban transportasi perkeretapian Indonesia yang sudah berkembang sejak lama merupakan bagian dari warisan budaya bangsa Indonesia yang harus dilestarikan," katanya.

Sumber

Kamis, 16 Februari 2012

Orientasi Kebaikan

dakwatuna.com - Kehidupan kita, dengan segenap cita dan rasa yang terus menerus kita tunjukkan dalam sikap dan perilaku; adalah buah dari keyakinan diri. Sejak pagi hingga malam, kiranya apa yang telah kita lakukan? Adakah orientasi perilaku dan hati ini tertuju pada kebahagiaan yang bernilai akhirat? Saya teringat dengan nasihat salah satu dosen di satu pertemuan, dua atau tiga bulan yang lalu,
“…Kalau kamu pergi ke suatu tempat, jangan sampai tidak ada orientasi akhirat. Coba bayangkan kalau meninggal di sana, apakah akan bangga dengan catatan amal yang hanya berorientasi kesenangan dunia?”.
Jujur, pas awal mendengar; nasihat tersebut terasa berlebihan.
“Masa, kita tidak boleh refreshing, misalnya sekedar jalan-jalan melepas rutinitas sibuknya pekerjaan?”, tanyaku dalam hati. Namun, setelah dipikir mendalam saya jadi mengerti. Apa iya, Allah hanya ‘iseng’ menciptakan kita di dunia ini? Buktinya tidak. Apa yang ada dalam diri kita; seperti jantung, hati, ginjal, bahkan sampai alis yang terkesan perangkat ‘sepele’ pun dirancang dan dibuat Allah dengan ‘tujuan kebaikan’.
Lalu, apakah kita pantas melangkahkan kaki, berbicara, hingga memikirkan sesuatu dengan tanpa orientasi akhirat? Ya, sejatinya apapun amal yang kita lakukan; entah kuliah, bekerja mencari nafkah, bahkan ‘sekedar’ duduk di bawah rindang pohon untuk melepas lelah; semuanya tidak akan luput dari pengawasan Allah.
Adalah sia-sia, jika waktu yang terluangkan untuk sebuah aktivitas ternyata tidak berbuah pahala. Adalah penghamburan harta, tenaga, dan pikiran, bila diam dan geraknya otot kita ternyata hanya berorientasi dunia.
Cukuplah kiranya, kita merenungi kisah perjumpaan Rasulullah dan Muadz bin Jabal di suatu pagi.
“Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?”, tanya Rasulullah.
“Pagi hari ini, aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah,” jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, Nabi pun bertanya lagi “setiap kebenaran ada hakikatnya, maka apakah hakikat keimananmu?”
“Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi. Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya. Dan seolah-olah kesaksian setiap umat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka”, jawab Muadz dengan penuh kemengertian.
“Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan!”, seru Rasul yang mengobarkan semangat sahabatnya.
Layaknya Muadz bin Jabal, semoga apa yang kita lakukan saat ini tetap berorientasi kebaikan. Karena, tak sedikit pun kita tahu; satu atau dua menit mendatang Allah akan memberikan keputusan apa bagi kehidupan kita.
“Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan.” (Do’a Muadz bin Jabal)

Sumber: Sumber

Temukan Kebahagiaan Sejati dalam Rasa Syukur

dakwatuna.com - Bismillahirrahmanirrahiim.
Siapa yang tidak ingin jadi pemenang atau menjadi yang terbaik? Jika dunia ini adalah kompetisi maka mereka yang ada di dunia pasti berlomba-lomba agar menjadi yang terbaik. Berbeda dengan hukum rimba, siapa yang menang akan bertahan hidup, memiliki wilayah hingga menguasai hutan. Lalu yang kalah, bersiaplah menjadi mangsa dan menemui ajal. Jika begitu, tak ada pilihan selain menang dalam hukum rimba. Apakah sama kehidupan mereka dengan kehidupan manusia? Dimana hanya ada satu pemenang dan dialah yang bisa bertahan hidup. Tentu tidak. Inilah salah satu perbedaannya. Dalam kehidupan manusia terdapat banyak pemenang. Banyak bidang dimana kita bisa menjadi yang terbaik. Ada orang yang unggul di bidang jurnalistik, akademis, tata boga, bahasa, atau bidang lainnya. Lantas bagaimana jika kita merasa tidak mahir dalam bidang apapun? Atau tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan? Ungkapan yang biasa dikatakan jika hal tersebut terjadi adalah “Aku tidak bahagia”.
Ada satu hal yang mungkin dilupakan oleh sebagian orang dan sebenarnya adalah kunci untuk mendapatkan kebahagiaan, yaitu qana’ah. Satu kata yang dapat memberi makna lebih dalam kehidupan kita, satu kata yang dapat menentramkan hati, satu kata yang sulit kita amini dalam prakteknya. Qana’ah atau merasa cukup merupakan wujud rasa bersyukur kita terhadap Allah SWT dan darinyalah kita dapat terhindar dari kekufuran juga keputusasaan. Manusia memang tidak pernah merasa puas, namun manusia juga butuh kebahagiaan sehingga manusia-lah yang akhirnya harus memilih untuk mensyukuri apa yang ada atau mengikuti nafsu akan ketidakpuasannya dalam segala hal. Sesuai dengan hadits berikut,
Abdullah bin Amru RA berkata: Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung, orang yang masuk Islam dan rezkinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (HR. Muslim).
Robert Emmons, seorang professor psikologi dari University of California-Davis dan peneliti lainnya mengatakan bahwa bersyukur adalah “faktor yang terlupakan” dalam mencari kebahagiaan. Mereka juga menambahkan bahwa dengan bersyukur, kita dapat mencapai dan mempertahankan ketenangan dan kepuasan lahir dan batin. Selain itu, bersyukur juga dapat ‘memberantas’ depresi yang selama ini dapat melahirkan beberapa penyakit karena menyebabkan disfungsi sistem imun.
Selain dapat menyehatkan fisik dan mental, tentunya Allah akan menambah rizki setiap hambaNya yang bersyukur. Hal ini tertera dalam firmanNya dalam surat Ibrahim ayat 6,
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Satu lagi yang merupakan realisasi rasa bersyukur terhadap Allah SWT yaitu dengan bersedekah. Tidaklah rugi orang yang bersedekah karena Allah senantiasa melipatgandakan setiap rupiah ataupun barang yang kita berikan untuk mereka yang membutuhkan. Bahkan, mendapatkan kemuliaan di mata Allah SWT.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah SWT akan menambah kemuliaan kepada hamba-Nya yang pemaaf. Dan bagi hamba yang tawadhu’ karena Allah SWT, Allah SWT akan mengangkat (derajatnya).” (HR. Muslim)
Jadi, untuk mencapai kebahagiaan, kita harus membayarnya dengan bersyukur. Salah satu bentuk rasa bersyukur yakni dengan selalu bersikap qana’ah dan bersedekah. Senyum, yang merupakan bagian dari sedekah, akan mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri juga lingkungan sekitar. Sebuah siklus yang unik.
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” (HR. At –Tirmidzi)
Wallahu’alam bishawab.


Sumber: Sumber

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops