Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama di
lakukan oleh Johanes Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B Coops dan Petronella Roelofson, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia , J.P.Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920,
merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir J., Greber. arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delff Nederland, Ir. Eh De roo dan Ir. G. Hendriks dan Ir. serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk kampung Sekeloa, kampung Coblong Dago, kampung
Gedung Sate diantaranya Cor Pashierdan Jan Wittenber II
arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang
arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa".
D. Ruhl dalam bukunya
Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia".
kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirosanjaya dan Ir. Harnyoto Kunto.Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari
bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate
terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 × 2 m) yang
diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar
Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung
Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan
memperhatikan standar teknik.
Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas
bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m²,
Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II
3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan
teras menara 205,169 m².
Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam
rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor
Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah Rennaisance Italia.
Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya
atap pura Bali atau pagoda di Di puncaknya terdapat "tusuk
sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu
air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden - jumlah
biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.
Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat
diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan
(yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung
Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun
menghadap Gunung Tangkuban Parahu di sebelah utara.
Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen
Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat
pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah
tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena
perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan
Umum. Tangga3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan
korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari
serangan pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu,
dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman
Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal
3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan
Gedung Sate.
Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor
Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Propinsi
Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Propinsi Jawa Barat
menempatiGedung Kerta Mukti di jalan Braga Bandung.
Sumber