dakwatuna.com - Bismillahirrahmanirrahiim.
Siapa yang tidak ingin jadi pemenang atau menjadi yang terbaik? Jika dunia ini adalah kompetisi maka mereka yang ada di dunia pasti berlomba-lomba agar menjadi yang terbaik. Berbeda dengan hukum rimba, siapa yang menang akan bertahan hidup, memiliki wilayah hingga menguasai hutan. Lalu yang kalah, bersiaplah menjadi mangsa dan menemui ajal. Jika begitu, tak ada pilihan selain menang dalam hukum rimba. Apakah sama kehidupan mereka dengan kehidupan manusia? Dimana hanya ada satu pemenang dan dialah yang bisa bertahan hidup. Tentu tidak. Inilah salah satu perbedaannya. Dalam kehidupan manusia terdapat banyak pemenang. Banyak bidang dimana kita bisa menjadi yang terbaik. Ada orang yang unggul di bidang jurnalistik, akademis, tata boga, bahasa, atau bidang lainnya. Lantas bagaimana jika kita merasa tidak mahir dalam bidang apapun? Atau tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan? Ungkapan yang biasa dikatakan jika hal tersebut terjadi adalah “Aku tidak bahagia”.
Ada satu hal yang mungkin
dilupakan oleh sebagian orang dan sebenarnya adalah kunci untuk
mendapatkan kebahagiaan, yaitu qana’ah. Satu kata yang dapat memberi
makna lebih dalam kehidupan kita, satu kata yang dapat menentramkan
hati, satu kata yang sulit kita amini dalam prakteknya. Qana’ah atau
merasa cukup merupakan wujud rasa bersyukur kita terhadap Allah SWT dan
darinyalah kita dapat terhindar dari kekufuran juga keputusasaan.
Manusia memang tidak pernah merasa puas, namun manusia juga butuh
kebahagiaan sehingga manusia-lah yang akhirnya harus memilih untuk
mensyukuri apa yang ada atau mengikuti nafsu akan ketidakpuasannya dalam
segala hal. Sesuai dengan hadits berikut,
Abdullah bin Amru
RA berkata: Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung, orang yang
masuk Islam dan rezkinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang
telah Allah berikan kepadanya. (HR. Muslim).
Robert Emmons,
seorang professor psikologi dari University of California-Davis dan
peneliti lainnya mengatakan bahwa bersyukur adalah “faktor yang
terlupakan” dalam mencari kebahagiaan. Mereka juga menambahkan bahwa
dengan bersyukur, kita dapat mencapai dan mempertahankan ketenangan dan
kepuasan lahir dan batin. Selain itu, bersyukur juga dapat ‘memberantas’
depresi yang selama ini dapat melahirkan beberapa penyakit karena
menyebabkan disfungsi sistem imun.
Selain dapat menyehatkan fisik
dan mental, tentunya Allah akan menambah rizki setiap hambaNya yang
bersyukur. Hal ini tertera dalam firmanNya dalam surat Ibrahim ayat 6,
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Satu
lagi yang merupakan realisasi rasa bersyukur terhadap Allah SWT yaitu
dengan bersedekah. Tidaklah rugi orang yang bersedekah karena Allah
senantiasa melipatgandakan setiap rupiah ataupun barang yang kita
berikan untuk mereka yang membutuhkan. Bahkan, mendapatkan kemuliaan di
mata Allah SWT.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah SWT akan menambah
kemuliaan kepada hamba-Nya yang pemaaf. Dan bagi hamba yang tawadhu’
karena Allah SWT, Allah SWT akan mengangkat (derajatnya).” (HR. Muslim)
Jadi,
untuk mencapai kebahagiaan, kita harus membayarnya dengan bersyukur.
Salah satu bentuk rasa bersyukur yakni dengan selalu bersikap qana’ah
dan bersedekah. Senyum, yang merupakan bagian dari sedekah, akan
mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri juga lingkungan sekitar.
Sebuah siklus yang unik.
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” (HR. At –Tirmidzi)
Wallahu’alam bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar