dakwatuna.com - Kehidupan kita, dengan segenap cita
dan rasa yang terus menerus kita tunjukkan dalam sikap dan perilaku;
adalah buah dari keyakinan diri. Sejak pagi hingga malam, kiranya apa
yang telah kita lakukan? Adakah orientasi perilaku dan hati ini tertuju
pada kebahagiaan yang bernilai akhirat? Saya teringat dengan nasihat
salah satu dosen di satu pertemuan, dua atau tiga bulan yang lalu,
“…Kalau
kamu pergi ke suatu tempat, jangan sampai tidak ada orientasi akhirat.
Coba bayangkan kalau meninggal di sana, apakah akan bangga dengan
catatan amal yang hanya berorientasi kesenangan dunia?”.
Jujur, pas awal mendengar; nasihat tersebut terasa berlebihan.
“Masa,
kita tidak boleh refreshing, misalnya sekedar jalan-jalan melepas
rutinitas sibuknya pekerjaan?”, tanyaku dalam hati. Namun, setelah
dipikir mendalam saya jadi mengerti. Apa iya, Allah hanya ‘iseng’
menciptakan kita di dunia ini? Buktinya tidak. Apa yang ada dalam diri
kita; seperti jantung, hati, ginjal, bahkan sampai alis yang terkesan
perangkat ‘sepele’ pun dirancang dan dibuat Allah dengan ‘tujuan
kebaikan’.
Lalu, apakah kita pantas melangkahkan kaki, berbicara,
hingga memikirkan sesuatu dengan tanpa orientasi akhirat? Ya, sejatinya
apapun amal yang kita lakukan; entah kuliah, bekerja mencari nafkah,
bahkan ‘sekedar’ duduk di bawah rindang pohon untuk melepas lelah;
semuanya tidak akan luput dari pengawasan Allah.
Adalah sia-sia,
jika waktu yang terluangkan untuk sebuah aktivitas ternyata tidak
berbuah pahala. Adalah penghamburan harta, tenaga, dan pikiran, bila
diam dan geraknya otot kita ternyata hanya berorientasi dunia.
Cukuplah kiranya, kita merenungi kisah perjumpaan Rasulullah dan Muadz bin Jabal di suatu pagi.
“Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?”, tanya Rasulullah.
“Pagi hari ini, aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah,” jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, Nabi pun bertanya lagi “setiap kebenaran ada hakikatnya, maka apakah hakikat keimananmu?”
“Setiap
berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore.
Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi
waktu pagi. Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku
menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya. Dan seolah-olah
kesaksian setiap umat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya.
Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga.
Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka”, jawab Muadz dengan
penuh kemengertian.
“Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan!”, seru Rasul yang mengobarkan semangat sahabatnya.
Layaknya
Muadz bin Jabal, semoga apa yang kita lakukan saat ini tetap
berorientasi kebaikan. Karena, tak sedikit pun kita tahu; satu atau dua
menit mendatang Allah akan memberikan keputusan apa bagi kehidupan kita.
“Ya
Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku
mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah
mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam
kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas, dan
menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan,
keimanan dan ketaatan.” (Do’a Muadz bin Jabal)
Kamis, 16 Februari 2012
Orientasi Kebaikan
01.58
Mencari untuk Berbagi
No comments
0 komentar:
Posting Komentar